
Zidane Dari Anak Jalanan Marseille ke Raja Sepak Bola Dunia
Lahir pada 23 Juni 1972 di jantung kota Marseille, Zinedine Zidane—atau Zizou, sapaan akrabnya—mengawali kisah hebatnya di lapangan beton Place Tartane. Di sinilah, di tengah keramaian lingkungan La Castellane, ia menendang bola pertamanya bersama teman-teman masa kecil. Idola masa kecilnya? Jean-Pierre Papin dan Enzo Francescoli, dua ikon Olympique Marseille yang memantik obsesinya pada si kulit bundar. Nikmati juga permainan terbaik dari kami hanya di ZEUSBOLA!!
Dari Klub Kecil Menuju Panggung Profesional
Perjalanan kariernya dimulai secara resmi pada usia sepuluh tahun. Zidane muda mendapat lisensi bermain untuk klub lokal, dan tak butuh waktu lama sebelum bakatnya dilirik. Setelah bermain di SO Septemes-les-Vallons, ia mendapatkan kesempatan langka untuk berlatih di pusat pelatihan elite CREPS Aix-en-Provence. Tak lama, AS Cannes mengamankan jasanya. Pada usia 17, ia mencetak gol debut profesionalnya—permulaan dari sebuah legenda.
Bordeaux, Juventus, dan Terobosan Global
Zidane bersinar terang di Bordeaux sebelum hijrah ke Juventus pada 1996. Di Serie A, ia tumbuh menjadi maestro lini tengah—penuh visi, tenang, dan mematikan. Dalam dua musim, ia mempersembahkan dua Scudetto, Piala Super Italia, dan Piala Interkontinental. Tapi Zidane belum selesai.
Puncak Karier: Pahlawan Prancis di Piala Dunia
Tahun 1998 menjadi momen keemasan bagi Zidane. Dalam final Piala Dunia melawan Brasil, ia mencetak dua gol melalui sundulan—sebuah performa gemilang yang mengantarkan Prancis meraih gelar juara dunia pertamanya di Stade de France. Kemudian, dua tahun berselang, ia kembali tampil sebagai motor kemenangan Prancis di Euro 2000. Sejak saat itu, dunia tak ragu lagi: Zidane adalah jenius sepak bola sejati.
Era Galacticos dan Dominasi Eropa
Pada 2001, Real Madrid menggelontorkan dana lebih dari $66 juta untuk memboyong Zidane—sebuah rekor dunia saat itu. Tak lama setelah kedatangannya, di musim pertamanya, ia langsung menyumbang gelar Liga Champions lewat gol voli legendaris ke gawang Bayer Leverkusen. Selanjutnya, gelar La Liga pun ikut menyusul. Jelas, Zidane bukan sekadar pembelian mahal; ia terbukti menjadi investasi terbaik klub.
Akhir Karier yang Penuh Drama
Zidane mengumumkan akan pensiun usai Piala Dunia 2006. Namun, partai final melawan Italia di Berlin menjadi babak penutup yang emosional. Provokasi dari Marco Materazzi membuatnya kehilangan kendali. Sebuah tandukan ke dada lawan berujung kartu merah. Prancis kalah lewat adu penalti. Tapi Zidane tetap pulang sebagai legenda, bukan pecundang.
Kembali sebagai Juru Taktik: Raja di Dua Dunia
Tak lama setelah pensiun, Zidane kembali ke Real Madrid—kali ini dari bangku cadangan. Pada 2016, ia resmi jadi pelatih utama dan langsung memberi kejutan: tiga gelar Liga Champions berturut-turut. Prestasi yang bahkan belum bisa ditandingi oleh banyak pelatih senior.
Warisan Abadi dan Kiprah Kemanusiaan
Zidane bukan hanya simbol kehebatan di lapangan. Sejak 2001, ia menjabat sebagai Duta Niat Baik PBB dan rutin tampil dalam laga amal bersama Ronaldo. Ia juga menjadi wajah kampanye Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Dengan tiga gelar Pemain Terbaik Dunia FIFA dan satu Ballon d’Or, Zidane tetap menjadi panutan lintas generasi.