
Alfredo Di Stéfano Arsitek Dinasti Real Madrid dan Penjelajah Sepak Bola Dunia
Alfredo Di Stéfano, Tak banyak pemain yang mendapatkan sanjungan besar. Sir Bobby Charlton, ikon sepak bola Inggris, bahkan menyebutnya sebagai “pemain paling lengkap yang pernah ada.” Julukan “Saeta Rubia” atau “Si Panah Pirang” tak hanya mencerminkan kecepatan larinya yang luar biasa, tetapi juga simbol dari dominasi dan kecemerlangan sepak bola yang ia wujudkan. Nikmati juga permainan terbaik dari kami hanya di ZEUSBOLA!!
Meski tak sepopuler rekan sezamannya dalam hal gaya flamboyan, Alfredo Di Stéfano memiliki kombinasi langka antara stamina, kecerdasan taktik, dan semangat kepemimpinan. Ia mengoleksi dua Ballon d’Or pada 1957 dan 1959, serta satu Super Ballon d’Or pada 1989.
Awal Karier: Dari Buenos Aires Menuju Panggung Dunia
Di Stéfano lahir di Buenos Aires pada tahun 1926 dan memulai karier profesionalnya bersama River Plate. Karena persaingan ketat di tim utama, klub meminjamkannya ke Atlético Huracán. Di sanalah ia mulai mencuri perhatian dengan mencetak 10 gol dari 25 laga. Sekembalinya ke River, ia menjelma menjadi sosok penting dalam keberhasilan klub merebut gelar Primera División 1947.
Tahun yang sama, ia juga mencetak enam gol dalam enam pertandingan untuk Argentina di Copa América—membantu negaranya menjuarai turnamen untuk ke-9 kalinya. Namun sayangnya, itu menjadi satu-satunya turnamen internasional resmi yang pernah ia mainkan untuk Argentina.
Perjalanan yang Dibentuk Oleh Gejolak Politik
Tahun 1949, pemogokan besar di dunia sepak bola Argentina membuat banyak pemain, termasuk Di Stéfano, memilih hengkang ke Kolombia. Ia bergabung dengan Millonarios di Bogotá, klub yang berada di liga luar yurisdiksi FIFA, dan di sana ia menunjukkan kelasnya sebagai bintang sejati. Bersama Millonarios, ia meraih tiga gelar liga dan memperkuat reputasinya di kancah internasional.
Meskipun sempat memperkuat tim nasional Kolombia dalam laga tidak resmi, FIFA tidak pernah mengakui cap internasionalnya bersama negara tersebut. Ketika Kolombia kembali bergabung dengan FIFA pada 1953, Di Stéfano kembali berstatus bebas transfer dan menjadi incaran klub-klub besar Eropa.
Kisah Transfer yang Mengubah Sejarah
Pertarungan sengit antara Real Madrid dan Barcelona untuk mendapatkan jasanya berakhir dengan Di Stéfano bergabung ke Los Blancos—sebuah keputusan yang menjadi titik balik dalam sejarah sepak bola Eropa.
Bersama bintang lain seperti Puskás dan Gento, ia membawa Real Madrid menjadi kekuatan yang tak tertandingi. Mereka menjuarai La Liga delapan kali dan menguasai Eropa dengan memenangkan lima Piala Eropa berturut-turut (1956–1960). Di Stéfano mencetak gol di setiap final tersebut—rekor yang masih bertahan hingga kini.
Diculik, Dilepaskan, dan Bermain Seperti Biasa
Salah satu episode paling dramatis dalam hidupnya terjadi pada 1963, ketika kelompok revolusioner Venezuela menculiknya. Meski mengalami kejadian mengerikan, ia dibebaskan tanpa luka dan tampil di pertandingan eksibisi esoknya. Itu menjadi bukti tak terbantahkan dari keberanian dan dedikasinya yang luar biasa.
Mewariskan Kemenangan dari Pinggir Lapangan
Setelah gantung sepatu, Di Stéfano tidak pergi jauh dari lapangan hijau. Ia melanjutkan karier sebagai pelatih dan menorehkan prestasi dengan tim-tim besar seperti River Plate, Boca Juniors, Sporting Lisbon, dan Valencia. Di bawah asuhannya, klub-klub tersebut kembali bersinar dan mengoleksi trofi baru.
Warisan Abadi Si Panah Pirang
Pada 2004, FIFA menyebutnya pemain terbaik keempat sepanjang masa. Ketika ia meninggal dunia akibat serangan jantung pada 2014, dunia kehilangan lebih dari sekadar legenda. Ia adalah lambang dari transisi sepak bola modern: seorang pemain serbabisa, pemimpin, dan inovator.